Monday 18 September 2017

Tere Liye : RINDU

Tajuk : Rindu
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Republika
Tahun terbit : Januari 2017 (Cetakan XLIII)
Jumlah muka surat : 544


Buat pertama kalinya saya meminati karya penulis Indonesia - Andrea Hirata (dan sehingga kini telah pun membaca 7 buah novel beliau), selepas itu saya cuba membaca karya seorang lagi penulis Indonesia - TERE LIYE. 

Saya mula mengenali nama penulis ini menerusi laman Facebook, seterusnya membawa kepada pencarian novel bertajuk RINDU (setelah membaca komen menarik oleh pembaca lain). Novel ni saya kirim suami beli sewaktu dia ada urusan kerja di Jakarta, Indonesia. Tak susah mencari, boleh dapatkan dengan mudah di kedai buku Gramedia, saya beli dengan harga Rp. 69,000.

Novel 'BEST SELLER' di Indonesia ini pernah memenangi 'Buku Islam Terbaik Islamic Book Award 2015'. Diterbitkan kali pertama pada Oktober 2014. Sesuai dengan award yang diterima, ternyata novel ini memang benar-benar antara yang terbaik pernah saya baca! Sehinggakan saya mampu mengulang baca kali ke-2, hanya dalam tempoh beberapa bulan! 😄


SINOPSIS dan PETIKAN NOVEL
Novel ini berlatarkan kisah perjalanan menunaikan ibadat Haji dengan menaiki kapal laut - Blitar Holland, berlaku sekitar penghujung tahun 1938. Perjalanan bermula dari Pelabuhan Makassar, seterusnya berhenti mengambil penumpang haji di pelabuhan-pelabuhan lain di Hindia Belanda (selepas itu dikenali sebagai Indonesia) dan akhirnya berhenti di Pelabuhan Jeddah.

Namun jalan ceritanya tidak seringkas itu, mereka melalui beberapa cabaran besar disepanjang perjalanan laut selama 30 hari tersebut. Kematian jemaah haji (terpaksa 'dikebumi' di lautan), kerosakan mesin kapal (sehingga kapal terhenti sepenuhnya) dan serangan perompak Somalia yang merampas kapal. Kisah-kisah yang berlaku disepanjang perjalanan ini sangat menarik dan diceritakan dengan terperinci. Sehingga saya merasa seolah-olah turut sama belayar di kapal tersebut!


Lima Watak, Lima Kisah, Lima Persoalan
Ini adalah bahagian penting novel. Perjalanan kapal haji ini juga membawa lima persoalan hidup oleh lima watak cerita. Empat darinya dijawab dengan baik oleh Gurutta Ahmad Karaeng (seorang ulama masyhur yang turut serta dalam pelayaran). Yang mana ia mungkin juga persoalan hidup kita!

1. Bonda Upe 
Wanita China Islam berusia 40 tahun, dengan kisah masa lalunya yang memilukan. Dipaksa menjadi pelacur selama 15 tahun. Masa lalu yang menghantui hidupnya dan membuatnya malu untuk bertemu orang ramai. Risau apakah Allah akan menerimanya di Tanah Suci?
"...cara terbaik menghadapi masa lalu adalah dengan dihadapi. Berdiri gagah. Mulailah dengan damai menerima masa lalumu. Buat apa dilawan? Dilupakan? Itu sudah menjadi bagian hidup kita. Peluk semua kisah itu. Berikan dia tempat terbaik dalam hidupmu. Itulah cara terbaik mengatasinya. Dengan kau menerimanya, perlahan-lahan, dia akan memudar sendiri. Disiram oleh waktu, dipoles oleh kenangan baru yang lebih bahagia."
"...saudaramu sesama muslim, jika dia tahu, maka dia akan menutup aibmu. Karena Allah menjanjikan barang siapa yang menutup aib saudaranya, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Itu janji yang hebat sekali. Kalaupun ada saudara kita yang tetap membahasnya, mengungkitnya, kita tidak perlu berkecil hati. Abaikan saja. Dia melakukan itu karena ilmunya dangkal. Doakan saja semoga besok lusa dia paham."
"Apakah Allah akan menerima haji seorang pelacur? Hanya Allah yang tahu. Kita hanya bisa berharap dan takut. Senantiasa berharap atas ampunannya. Selalu takut atas azabnya. Belajarlah dari riwayat itu. Selalulah berbuat baik, Upe. Selalu. Maka semoga besok lusa, ada satu perbuatan baikmu yang menjadi sebab kau diampuni. Mengajar anak-anak mengaji misalnya, boleh jadi itu adalah sebabnya."

2. Daeng Andipati
Pedagang muda di Kota Makassar, dengan kebencian besar kepada seseorang yang seharusnya disayangi. Adakah Tanah Suci akan terbuka bagi seorang anak yang membenci ayahnya sendiri?
"...Tapi adakah kita berhak membenci orang lain? Sedangkan Allah sendiri tidak mengirimkan petir segera? Misalnya pada ayah kau, seolah tiada nampak hukuman di muka bumi baginya. Aku tidak tahu jawabannya. Tapi coba pikirkan hal ini. Pikirkan dalam-dalam, kenapa kita harus benci? Kenapa? Padahal kita bisa saja mengatur hati kita, bilang saya tidak akan membencinya. Toh itu hati ita sendiri. Kita berkuasa penuh mengatur-aturnya. Kenapa kita tetap memutuskan membenci? Karena boleh jadi, saat kita membenci orang lain, kita sebenarnya sedang membenci diri sendiri."

"....saat kita memaafkan seseorang, itu bukan persoalan apakah orang itu salah, dan kita benar. Apakah orang itu memang jahat atau aniaya. Bukan! Kita memutuskan memaafkan seseorang karena kita berhak atas kedamaian di dalam hati."
"Buka lembaran baru, tutup lembaran yang pernah tercoret. Jangan diungkit-ungkit lagi. Jangan ada tapi, dan tapi. Tutup lembaran tidak menyenangkan itu. Apakah mudah melakukannya? Tidak mudah. Tapi jika kau sungguh-sungguh, jika kau berniat teguh, kau pasti bisa melakukannya. Mulailah hari ini. Mulailah detik ini..."

3. Mbah Kakung
Lelaki tua berusia hampir 80 tahun, dengan kehilangan kekasih hatinya (Mbah Putri meninggal dalam perjalanan ini). Hiba. Kenapa harus isterinya pergi sebelum sempat mereka tiba di Tanah Suci?
"...mulailah menerimanya dengan lapang hati, Kang Mas. Karena kita mau menerima atau menolaknya, dia tetap terjadi. Takdir tidak pernah bertanya apa perasaan kita, apakah kita bahagia, apakah kita tidak suka. Takdir bahkan basa-basi menyapa pun tidak. Tidak peduli. Nah, kabar baiknya, karena kita tidak bisa mengendalikannya, bukan berarti kita jadi makhluk tidak berdaya Kita tetap bisa mengendalikan diri sendiri bagaimana menyikapinya. Apakah bersedia menerimanya, atau mendustakannya."

"...biarkan waktu mengobati seluruh kesedihan, Kang Mas. Ketika kita tidak tahu mau melakukan apalagi, ketika kita merasa semua sudah hilang, musnah, habis sudah, maka itulah saatnya untuk membiarkan waktu menjadi obat terbaik. Hari demi hari akan menghapus .."

"...tidakkah kita mau melihat dari kacamata yang berbeda, Kang Mas, bahwa Mbah Putri meninggal di atas kapal yang menuju Tanah Suci, dan dia menghembuskan napas terakhirnya saat sedang shalat Shubuh."

4. Ambo Uleng
Pelaut berusia 24 tahun, membawa diri lalu menjadi satu-satunya kelasi Melayu di kapal Blitar Holland, dek kerana kehilangan cinta sejatinya.
"Lepaskanlah, Ambo. Maka besok lusa, jika dia adalah cinta sejatimu, dia pasti akan kembali dengan cara mengagumkan. Ada saja takdir hebat yang tercipta untuk kita. Jika dia tidak kembali, maka sederhana jadinya, itu bukan cinta sejatimu..."

"Dengan meyakini itu, maka tidak mengapa kalau kau patah hati, tidak mengapa kalau kau kecewa, atau menangis tergugu karena harapan, keinginan memiliki, tapi jangan berlebihan. Jangan merusak diri sendiri. Selalu pahami, cinta yang baik selalu mengajari kau agar menjaga diri. Tidak melanggar batas, tidak melewati kaidah agama..."

"Sekali kau bisa mengendalikan harapan dan keinginan memiliki, maka sebesar apa pun wujud kehilangan, kau akan siap menghadapinya, Ambo. Kau siap menghadapi kenyataan apa pun. Jikapun kau akhirnya tidak memiliki gadis itu, besok lusa kau akan memperolehi pengganti yang lebih baik."

5. Gurutta Ahmad Karaeng
Seorang ulama masyhur di zaman itu yang berusia 75 tahun, yang selalu menulis tentang kemerdekaan, tapi ia sendiri tidak pernah melakukannya secara konkrit. Munafik. Gurutta yang selalu ada jawapan kepada semua pertanyaan, namun kali ini Ambo Uleng yang memberikan jawapan untuknya.
"Gurutta, aku masih ingat ceramah Gurutta beberapa hari lalu di masjid kapal. Lawanlah kemungkaran dengan tiga hal. Dengan tanganmu, tebaskan pedang penuh gagah berani. Dengan lisanmu, sampaikan dengan perkasa. Atau dengan benci di dalam hati, tapi itu sungguh selemah-lemahnya iman." 

-------------------------------------------------------------------------------------------------

Tere Liye berjaya menghasilkan cerita yang luar biasa! Berlatarkan kehidupan harian dalam perjalanan kapal haji itu sendiri sudah luar biasa. Sepanjang penceritaan turut diselitkan info sejarah. Pengajaran dan nasihat-nasihat agama diselitkan, melalui watak Gurutta. Unsur humor yang menambah rencah penceritaan, melalui watak Anna (anak Daeng Andipati) dan Chef Lars (ketua tukang masak kapal). Yang paling utama, kisah lima watak dengan lima persoalan yang banyak memberi pengajaran kepada kita selaku pembaca.






.